Selasa, 26 Juni 2012

EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN


EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN


BAB I
KONSEP EVALUASI PROGRAM

A.    Pengertian Program dan Evaluasi Program
Program adalah suatu rencana yang melibatkan berbagai unit  yang berisi kebijakan dan rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam kurun waktu tertentu.
Evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan.
Evaluasi program adalah suatu unit atau kesatuan kegiatan yang bertujuan mengumpulkan informasi tentang  realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang guna pengambilan keputusan.

B.     Kaitan antara Penelitian dengan Evaluasi program
1.      Dalam kegiatan penelitian  peneliti ingin mengetahui gambaran tentang sesuatu kemudian dideskripsikan, sedangkan dalam evaluasi program, pelaksana (evaluator) ingin mengetahui seberapa tinggi mutu atau kondisi sesuatu sebagai hasil pelaksanaan program, setelah data terkumpul dibandingkan dengan kriteria atau standar tertentu.
2.      Dalam kegiatan penelitian, peneliti dituntun oleh rumusan masalah, sedangkan dalam evaluasi program, pelaksana (evaluator) ingin mengatahui tingkat ketercapaian program, dan apabila tujuan belum tercapai pelaksana (evaluator) ingin mengetahui letak kekurangan dan sebabnya. Hasilnya digunakan untuk menentukan tindak lanjut atau keputusan yang akan diambil.

C.    Ciri-ciri dan Persyaratan Evaluasi Program
Ciri dan persyaratan evaluasi program mengacu pada kaidah yang berlaku, dilakukan secara sistematis, teridentrifikasi penentu keberhasilan dan kebelumberhasilan program, menggunakan tolok ukur baku, dan hasil evaluasi dapat digunkan sebagai tindak lanjut atau pengambilan keputusan.

D.    Komponen, Subkomponen, dan Indikator Program
Program merupakan  satu kesatuan dari beberapa bagian atau komponen yang saling berkait untuk mencapai tujuan yang ditentukan oleh sistem tersebut.  Komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Masing-masing komponen terdiri atas beberapa subkomponen dan masing-masng subkomponen terdapat beberapa indikator.
Dalam kegiatan evaluasi program, indikator merupakan petunjuk untuk mengetahui keberhasilan atau ketidakberhasilan suatu kegiatan. Perlu diketahui bahwa ketidakberhasilan suatu kegiatan dapat juga dipengaruhi oleh komponen atau subkomponen yang lain.

E.     Tujuan Evaluasi Program
Evaluasi program bertujuan untuk mengetahui pencapaian tujuan program yang telah dilaksanakan. Selanjutnya, hasil evaluasi program digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan tindak lanjut atau untuk melakukan pengambilan keputusan berikutnya.
F.     Manfaat Evaluasi Program
Evaluasi  sama artinya dengan kegiatan supervisi. Kegiatan evaluasi/supervisi dimaksudkan untuk mengambil keputusan atau melakukan tindak lanjut dari program yang telah dilaksanakan. Manfaat dari evaluasi program dapat berupa penghentian program, merevisi program, melanjutkan program, dan menyebarluaskan program.

G.    Evaluator Program
Evaluator program harus orang-orang yang memiliki kompetensi yang mumpuni, di antaranya mampu melaksanakan, cermat, objektif, sabar dan tekun, serta hati-hati dan bertanggung jawab. Evaluator dapat berasal dari kalangan internal (evaluator dan pelaksana program) dan kalangana eksternal (orang di luar pelaksana program tetapi orang yang terkait dengan kebijakan dan implementasi program).
H.    Hakikat antara Tujuan Program dengan Tujuan Evaluasi Program
Program adalah suatu rencana yang melibatkan berbagai unit  yang berisi kebijakan dan rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam kurun waktu tertentu untuk diimplementasikan di lapangan. Sedangkan evaluasi program bertujuan  untuk mengumpulkan informasi berkenaan dengan implementasi program yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan tindak lanjut atau pengambilan keputusan.
BAB II
PENGEMBANGAN KRITERIA DALAM EVALUASI PROGRAM

A.    Pengertian Kriteria
Kriteria diartikan sebagai patokan yang digunakan sebagai ukuran atau tolok ukur. Dalam evaluasi program, kriteria digunakan untuk mengukur ketercapaian suatu program berdasarkan indikator-indikator yang telah ditentukan.

B.     Perlunya Disusun Kriteria
Kriteria disusun sebagai pedoman evaluator dalam melaksakan evaluasi program. Disusunnya kriteria, evaluator menjadi lebih mantap karena ada patokan, dapat digunakan sebagai bukti pertanggungjawaban dari hasil evaluasi, untuk menghindari subjektivitas evaluator, dan hasil evaluasi sama walaupun evaluator berbeda.

C.    Dasar Penyusunan Kriteria
Penyusun kriteria adalah calon-calon evaluator. Hal ini mengingat merekalah orang-orang yang memahami tentang program yang akan dievaluasi. Dasar penyusunan kriteria adalah, peraturan atau ketetentuan yang melatarbelakangi dikeluarkannya program, pedoman pelaksanaan program, dokumen dan sumber-sumber ilmiah yang umum digunakan, hasil penelitian yang relevan, petunjuk atau pertimbangan ahli evaluasi, tim evaluator, evaluator sendiri dengan menggunakan daya nalar dan kemampuan yang dimilikinya.
D.    Cara Menyusun Kriteria
Wujud kriteria berupa tingkatan atau gradasi kondisi sesuatu yang dapat ditransfer menjadi nilai.
Wujud kriteria berupa kriteria kuantitatif (angka-angka) dan kriteria kualitatif (menghitung jumlah indikator yang telah tercapai).
Kriteria kuantitatif dibedakan menjadi dua, yaitu (1) tanpa pertimbangan, yaitu membagi rentangan (mis. 10-100) dalam  kategaori secara sama, dan (2) banyaknya rentangan dalam tiap kategori tidak sama karena petimbangan tertentu.
Kriteria kualitatif dibedakan menjadi dua, yaitu (1) kriteria kualitatif tanpa pertimbangan, yaitu  menghitung jumlah indikator yang telah memenuhi persyaratan, dan (2) kriteria kualitatif dengan pertimbangan, yaitu dengan cara menghitung indikator yang telah memenuhi persyaratan dengan mempertimbangkan skala prioritas atau pembobotan.


BAB III
MODEL DAN RANCANGAN EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN

A.    Berbagai Model Evaluasi Program
Pada buku inidisajikan model evaluasi menurut Kaufan dan Thomas yang membedakan model evluasi program menjadi delapan, yaitu:
1.      Goal Oriented Eavaluation Model
Objek pengamatan model ini adalah tujuan dari program. Evaluasi dilaksanakan berkesinambungan, terus-menerus untuk mengetahui ketercapaian pelaksanaan program.
2.      Goal Free Eavaluation Model
Dalam melaksanakan evaluasi tidak memperhatikan tujuan khusus program, melainkan bagaimana terlaksananya program dan mencatat hal-hal yang positif maupun negatif.
3.      Formatif Summatif Evaluation Model
Model evaluasi ini dilaksanakan ketika program masih berjalan (evaluasi formatif) dan ketika program sudah selesai (evaluasi sumatif).
4.      Countenance Evaluation Model
Model ini juga disebut model evaluasi pertimbangan. Maksudnya evaluator mempertimbangkan program dengan memperbandingkan kondisi hasil evaluasi program dengan yang terjadi di program lain, dengan objek ssaran yang sama dan membandingkan kondisi hasil pelaksanaan program dengan standar yang ditentukan oleh program tersebut.
5.      Responsif Evaluation Model
Model ini tidak dijelaskan dalam buku ini karena model ini kurang populer.
6.      SSE-UCLA Evaluation Model
Model ini meliputi empat tahap, yaitu
a.       Needs assessment, memusatkan pada penentuan masalah hal-hal yang perlu dipetimbangkan dalam program, kebutuhan uang dibutuhkan oleh program, dan tujuan yang dapat dicapai.
b.      Program planning, perencanaan program dievaluasi untuk mengetahui program disusun sesuai analisis kebutuhan atau tidak.
c.       Formative evaluation, evaluasi dilakukan pada saat  program berjalan.
d.      Summative program, evaluasi untuk mengetahui hasil dan dampak dari program serta untuk mengetahui ketercapaian  program.
7.      CIPP Evaluation Model (Context   Input   Process   Product)
a.       Evaluasi Konteks
Evaluasi konteks adalah evaluasi terhadap kebutuhan, tujuan pernenuhan dan karakteristik individu yang menangani. Seorang evaluator harus sanggup menentukan prioritas kebutuhan dan memilih tujuan yang paling menunjang kesuksesan program.
b.      Evaluasi Masukan
Evaluasi masukan mempertimbangkan kemampuan awal atau kondisi awal yang dimiliki oleh institusi untuk melaksanakan sebuah program.
c.       Evaluasi Proses
Evaluasi proses diarahkan pada sejauh mana program dilakukan dan sudah terlaksana sesuai dengan rencana. 
d.      Evaluasi Hasil
Ini merupakan tahap akhir evaluasi dan akan diketahui ketercapaian tujuan, kesesuaian proses dengan pencapaian tujuan, dan ketepatan tindakan yang diberikan, dan dampak dari program.
8.      Discrepancy Model
Model ini ditekankan untuk mengetahui kesenjangan yang terjadi pada setiap komponen program. Evaluasi kesenjangan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara standar yang sudah ditentukan dalam program dengan penampilan aktual dari program tersebut.

B.     Ketepatan Penentuan Model Evaluasi Program
Program dibedakan dibedakan menjadi berdasarkan jenis kegiatannya, yaitu program pemrosesan (mengubah sesuatu yang dianggap bahan mentah menjadi sesuatu yang dianggap barang jadi), program layanan (program yang bertujuan memberikan kepuasan pada pihak lain), dan program umum (program yang yang bersifat umum, tidak memiliki spesifikasi sebagaimana program pemprosesan dan program layanan).
Ketepatan penentuan model evaluasi program bergantung pada jenis kegiatannya. Oleh karena itu tidak semua model evaluasi program dapat diterapkan.

C.    Rancangan Evaluasi Program
Hal-hal yang dicantumkan dalam rancangan program adalah (1) judul kegiatan, (2) alas an dilaksanakannya evaluasi, (3) tujuan  evaluasi, (4) pertanyaan evaluasi, (5) metodologi yang digunakan, dan (6) prosedur kerja dan langkah-langkah kegiatan.

BAB IV
PERENCANAAN EVALUSI PROGRAM

Membicarakan tentang analisis kebutuhan adalah merupakan sarana atau alat yang konstruktif dan positif untuk melakukan sebuah perubahan, yakni perubahan yang didasarkan atas logika yang bersifat rasional sehingga kemudian perubahan ini menunjukkan upaya formal yang sistematis menentukan dan mendekatkan jarak kesenjangan antara “seperti apa yang ada” dengan “bagaimana seharusnya” dengan sasarannya adalah siswa, kelas dan sekolah.
            Dalam sistem pendidikan, karena pendidikan itu sendiri hanya merupakan alat belaka, sedangkan prestasi belajar siswa adalah hal yang menjadi tujuan, maka membuat rencana mengajar  merupakan proses penting untuk menentukan alat yang tepat dalam mencapai tujuan akhir. Setelah guru berhasil menentukan materi yang akan diajarkan, perlu secara hati-hati meninjau kembali apakah dalam pemilihan materinya  sudah tepat, dalam arti sudah sesuai benar dengan kebuituhan siswa.
            Ada dua cara yang lazim dilakukan dalam melakukan analisis kebutuhan, yaitu secara obyektif dan subyektif. Kedua cara tersebut dimulai dari identifikasi lingkup tujuan penting dalam program, menentukan indikator dan cara pengukuran tujuan-tujuan, menyusun kriteria (standar) untuk tiap-tiap indikator dan membandingkan kondisi yang diperoleh dengan kriteria. Ciri khas dalam cara melakukan analisis kebutuhan secara subjektif adalah mengumpulkan semua evaluator untuk bersama-sama menentukan skala prioritas kebutuhan.
            Selain dua cara tersebut evaluator dapat juga menggunakan gabungan dari keduanya, yaitu sebagian menggunakan cara obyektif, sebagian yang lain mernggunakan cara subyektif. Di samping itu, seorang evaluator dapat juga menambahkan bahan lain yang diambil dari pihak laur dirinya. Yang dimaksud dengan pihak luar diantaranya adalah kawan-kawan dekat atau anggota keluarga lain dari responden yang diperkirakan pihak tersebut memang diperlukan dan data yang diberikan dapat dipercaya.
            Evaluasi program tidak lain adalah penelitian, dengan cirri-ciri khusus. Oleh karena evaluasi program sama dengan penelitian maka sebelum memulai kegiatan,seperti juga penelitian, harus membuat proposal. Isi dan langkah-langkah dalam penyusunan proposal sama dengan proposal dalam penelitian.
            Dalam pembahasan kali ini hanya tiga hal yang akan dijelaskan secara khusus. Ketiga hal dimaksud, sekaligus butir yang rawan adalah sebagai berikut :
1.      Bagian pendahuluan, menentukan garis besar isi bagian ini.
2.      Bagian metodologi berisi tiga hal pokok, yaitu penentuan sumber data, metode pengumpulan data, dan penentuan instrumen pengumpulan data. Ada tiga sumber data yang didahului dengan huruf P (kata bahasa Inggris), yaitu :Person ( manusia), Place (tempat) dan paper (kertas dan lain-lain). Penentuan metode pengumpulan data harus disesuaikan dengan sumber data.
3.      Bagian cara menentukan evaluasi. Instrumen pengumpul data evaluasi adalah alat yang diperlukan untuk mempermudah pengumpulan data.
Jenis instrument sebanyak jenis metode yang digunakan dan selanjutnya pemilihan jenis instrument pengumpulan data harus disesuaikan dengan metode yang sudah ditentukan oleh evaluator. Instrumen merupakan alat untuk mempermudah penggunaan metode dalam pengumpulan data.
Ada lima langkah yang harus dilalui dalam menyusun instumen yaitu :
(a)    Identifikasi indikator sebagai obyek sasaran evaluasi.
(b)   Membuat tabel hubungan antara komponen-indikator-sumber data-metode-instrumen,
(c)    Menyusun butir-butir instrumen
(d)   Menyusun kriteria-kriteria penilaian,dan
(e)    Menyusun pedoman pegerjaan
Di dalam kisi-kisi yang merupakan alat bantu penyusunan instrumen tertentu secara khusus tidak lagi mencantumkan sumber data dan metode, tetapi langsung hubungan antara indikator dengan nomor-nomor instrumen. Di antara langkah-langkah penyusunan instrumen, yang merupakan alat bantu yang paling bermanfaat bagi penyusunan instrumen adalah kisi-kisi. Itulah sebabnya, kisi-kisi harus disusun secara cermat dan hati-hati. Petunjuk pengerjaan jangan terlupakan, agar responden tidak salah dalam membantu mengisi instrumen bagi evaluator.

BAB V
LANGKAH-LANGKAH EVALUASI PROGRAM

Dalam bab ini dibicarakan mengenai beberapa langkah atau tahapan dalam melaksanakan evaluasi program. Secara garis besar tahapan tersebut meliputi : tahapan persiapan evaluasi program, tahap pelaksanaan, dan tahap monitoring. Penjelasan tentang langkah-langkah tersebut dapat dilihat dalam bagan dibawah ini :
A. Persiapan Evaluasi Program
- Penyusunan evaluasi
- Penyusunan instrumen evaluasi
- Validasi instrumen evaluasi
- Menentukan jumlah sampel yang diperlukan
- Penyamaan persepsi antar evaluator sebelum data di ambil
Penyusunan terkait dengan model diantaranya; model CIFF, model Metfessel and Michael, model Stake, model Kesenjangan, model Glaser, model Michael Scriven, model Evaluasi Kelawanan, dan model Need Assessment.
Langkah langkah yang ditempuh dalam penyusunan instrument evaluasi :
-    Merumuskan tujuan yang akan dicapai
-    Membuat kisi-kisi
-    Membuat butir-butir instrument
-    Menyunting instrument     
-    Instrumen yang telah tersusun perlu di validasi
-    Dapat dilakukan dengan metode Sampling
-    Beberapa hal yang perlu disamakan : tujuan program, tujuan evaluasi, kriteria keberhasilan program, wilayah generalisasi, teknik sampling, jadwal kegiatan

B.  Pelaksanaan Evaluasi Program
            Evaluasi program dapat dikategorikan evaluasi reflektif, evaluasi rencana, evaluasi proses dan evaluasi hasil. Keempat jenis evaluasi tersebut mempengaruhi evaluator dalam mentukan metode dan alat pengumpul data yang digunakan.
            Dalam pengumpulan data dapat menggunakan berbagai alat pengumpul data antara lain : pengambilan data dengan tes, pengambilan data dengan observasi ( bias berupa check list, alat perekam suara atau gambar ), pengambilan data dengan angket, pengambilan data dengan wawancara, pengambilan data dengan metode analisis dokumen dan artifak atau dengan teknik lainya.
C.  Tahap Monitoring (Pelaksanaan)
       Monitoring pelaksanaan evaluasi berfungsi untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan dengan rencana program. Sasaran monitoring adalah seberapa pelaksaan program dapat diharapkan/ telah sesuai dengan rencana program, apakah berdampak positif atau negatif.
Teknik dan alat monitoring dapat berupa :
-            Teknik pengamatan partisipatif
-            Teknik wawancara
-            Teknik pemanfaatan dan analisis data dokumentasi
-            Evaluator atau praktisi atau pelaksana program
-            Perumusan tujuan pemantauan
-            Penetapan sasaran pemantauan
-            Penjabaran data yang dibutuhkan
-            Penyiapan metode/alat pemantauan sesuai dengan sifat dan sumber/jenis data
-            Perencanaan analisis data pemantauan dan pemaknaannya dengan berorientasi pada tujuan monitoring
Melanjutkan mengenai sampel ada 7 jenis sampel yang dapat dijadikan sebagai metode dalam evaluasi program diantaranya adalah : (1). Proportional sampel, (2). Startified sampel, (3). Purposive sampel, (4). Quota sampel, (5). Double sampel, (6). Area probability sampel, (7). Cluster sampel.

BAB VI
ANALISIS DATA DALAM EVALUASI PROGRAM

Dalam penelitian data di bagi dua yaitu data kuantitatif dan kualitatif, dengan kedua jenis ini kemudian data diolah. Jenis pertama terkait dengan statistika sedangkan yang kedua sebaliknya atau nonstatistika. Dalam menganalisis dan mengolah data kuantitatif hendaknya dilakukan dengan tabulasi data. Tabulasi merupakan coding sheet untuk memudahkan peneliti dalam mengolah dan menganalisis data. Karena memahami secara tabulasi lebih mudah dibandingkan dengan bentuk uraian narasi yang panjang. Analisis data kuantitatif dapat dilakukan dengan dua cara, Pertama. Statistik Deskriptif adalah suatu teknik pengolahan data yang tujuannya melukiskan dan menganalisis kelompok data tanpa membuat atau menarik kesimpulan atas populasi yang diamati. Kedua, Statistik Inferensial yaitu mencakup metode-metode yang berhubungan dengan analisis sebagian data yang dilakukan untuk meramalkan dan menarik kesimpulan atas data dan akan berlaku bagi keseluruhan gugus atau induk dari data tersebut. Statistik ini juga disebut dengan statistik parametrik berlaku untuk data interval atau rasional jika datanya normal. Dan apabila datanya tidak normal serta berbentuk ordinal atau nominal, maka jenis statistik yang digunakan adalah statistik nonparametrik.
Tidak semua data dilapangan berbentuk simbol-simbol yang bisa dikuantifikasi dan dihitung secara matematis. Ada kalanya datanya abstrak yang tidak dapat dimanipulasi menjadi numerik sehingga data jenis ini hanya dapat dilakukan dengan analisis kualitatif.
Kegiatan dalam menganalisis data kualitaitif dapat melalui tahapan-tahapan berikut :
1. Dengan mereduksi/menyiangi data
2. Display data
3. Menafsirkan data
4. Menyimpulkan dan verifikasi
5. Meningkatkan keabsahan hasil
6. Narasi hasil analisis.
Pengolahan data kan lebih mudah dengan menggunakan bantuan computer sehingga hasilnya akan dapat. diperoleh lebih cepat

BAB VII
MENYUSUN KESIMPULAN DAN RUMUSAN REKOMENDASI

            Kesimpulan adalah sesuatu yang merupakan inti dari sederetan informasi atau sajian yang menyatakan tentang status program yang sedang dievaluasi.
            Kesimpulan berbentuk kalimat pernyataan kualitatif yang menunjukkan keadaan atau sifat sesuatu sehingga di dalam gerak kegiatan programdengan cepat dapat diketahui dimana posisinya.Kesimpulan sangat penting kedudukan dan isi rumusannya untuk dilanjutkan menjadi rekomendasi.
            Rekomendasi disusun setelah kesimpulan dibuat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun rekomendasi, yaitu mengenai perlunya melihat dengan cermat alas an yang diusulkan responden tentang upaya peningkatan kualitas program yang dievaluasi dimasa yang akan datang

BAB VIII
MENYUSUN LAPORAN EVALUASI

            Menyusun laporan evaluasi adalah kegiatan akhir dari evaluasi program. Laporan hasil evaluasi disusun dalam bentuk tulisan dan dapat dipublikasikan.
            Secara garis besar laporan evaluasi program terdiri dari empat pokok hal yaitu : permasalahan, metodologi evaluasi, hasil evaluasi dan kesimpulan hasil evaluasi.
            Laporan evaluasi tidak ubahnya seperti laporan penelitian, ada yang menggunakan pendekatan kuantitatif, dan ada yang menggunakan pendekatan kualitatif.
            Laporan evaluasi menggunakan pendekatan kuantitatif umumnya tersusun dari lima atau enam bab, yaitu : pendahuluan, pembahasan kepustakaan, metodologi evaluasi, hasil evaluasi dan pembahasan (hasil evaluasi, pembahasan ), serta kesimpulan dan rekomendasi.
            Laporan evaluasi menggunakan pendekatan kualitatif umumnya tersusun dari beberapa bab dan sub bab yang dapat diidentifikasi menjadi tiga bagian pokok, yaitu : pendahuluan, inti pembahasan dan kesimpulan.
            Secara garis besar laporan hasil evaluasi diharapkan diususun secara ringkas, padat, jelas dan paling tidak memuat hal-hal berikut : ringkasan eksekutif, pendahuluan, kajian pustaka, komponen dalam metodologi evaluasi, hasil evaluasi, kesimpulan dan rekomendasi yang terakhir adalah daftar pustaka.
BAB IX
TATA TULIS LAPORAN EVALUASI

            Tata tulis laporan mencakup ketentuan tentang kertas, naskah, sampul, pengetikan, penomoran, ilustrasi, pengutipan, penulisan lampiran, penulisan daftar pustaka dan bahasa.
1. Kertas naskah dan sampul
Naskah laporan sebaiknya menggunakan jertas kwarto (21x28,5 cm) HVS 80 gram, sampul laporan sebaiknya dibuat dari kertas buffalo dengan warna disesuaiakan.
2. Pengetikan
Pengetikan mencakup penggunaan huruf, penulisan bilangan, spasi, batas tepi naskah, pengetikan alenia baru, pengisian halaman naskah, pengetikan bab sub bab.
3. Penomoran
Penomoran halaman diletakkan di sebelah kanan atas dua spasi di atas baris pertama teks. Nomor halaman menggunakan angka arab.
4. Ilustrasi
Ilustrasi dapat terdiri dari foto, grafik, diagram, bagan, peta dan denah serta tabel.
5. Pengutipan
Kutipan harus sama dengan sumber aslinya, baik bahasa maupuin ejaannya. Penulisan kutipan diawali dan diakhiri dengan tanda kutip (“ )
6. Penulisan lampiran
Lampiran seperti tabel, carta, dokumen, transkip wawancara dan sejenisnya ditempatkan setelah daftar pustaka
7. Penulisan daftar pustaka
Penulisan daftar pustaka meliputi buku, artikel, laporan atau karangan dalam jurnal atau majalah ilmiah dan penerbitan lain.
8. Bahasa
Bahasa yang digunakan untuk penulisan laporan evaluasi adalah bahasa Indonesia ragam ilmiah.

Gambaran umum kandungan buku Evaluasi Program Pendidikan Pengarang Prof.Dr. Suharsimi Arikunto dan cepi Safruddin Abdul Jabar, M.Pd, edisi kedua, penerbit Bumi Aksara, jakarata, bahwa Dalam setiap kegiatan manajemen akan dikatakan sempurna jika dalam prosesnya dilaksanakan suatu evaluasi, tidak terkecuali dalam manajemen pendidikan. Program pendidikan sebagai penjabaran dari perencanan pendidikan harus dievaluasi dengan saksama, menggunakan strategi yang tepat sehingga hasilnya dapat di pertanggungjawabkan.
Evaluasi terhadap program pendidikan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan atau kegagalan suatu program pendidikan dan hasil evaluasi dapat dijadikan informasi sebagai masukan untuk menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan.
Dalam buku ini disusun untuk membantu siapa saja yang sedang belajar mengevaluasi program atau yang saat ini sedang menyiapkan langkah melakukan program evaluasi.
Pada bab I diuraikan tentang konsep dasar  evaluasi program, ciri-ciri evaluasi program, komponen evaluasi program, tujuan evaluasi program, syarat evaluator, dan keterkaitan antara tujuan program dan tujuan evaluasi program. Bagian ini memberikan gambaran umum secara teoretis tentang evaluasi program.   Uraian ini mampu memberikan penjelasan dan konsep dasar yang harus dipahami oleh penyusun program dan calon evaluator; khususnya bagi praktisi pendidikan. Namun, yang tampak ditonjolkan dalam uraian ini adalah program dan evaluasi program yang berkenaan dengan program pembelajaran. Padahal buku ini berjudul Evaluasi Program Pendidikan. Memang, implementasi dari program pendidikan akan sangat tampak pada pelaksanaan pembelajaran. 
Yang perlu ditambahkan dalam bab ini, menurut saya, perlu diuraikan tentang ruang lingkup program-program  pendidikan. Hal ini mengingat program pendidikan bukan hanya tentang pelaksanaan pembelajaran saja. Konsep program manajemen pengelolaan pendidikan (misalnya di tingkat satuan pendidikan) belum tampak pada bab ini. Konsep manajemen program pendidikan perlu disajikan agar pembaca mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang program-program pendidikan. Jika pembaca telah memiliki pemahaman yang relatif lengkap tentang program manajeman pendidikan barulah disajikan uraian tentang evaluasi program pendidikan.
Bab II menguraiakan tentang pengembangan kriteria dalam evaluasi program. Sebagaimana lingkup pembahasan pada bab I, pada bab ini juga belum tampak implementasi teknik penyusunan kriteria pada program pendidikan.
Bab III menguraikan tentang berbagai model evaluasi program dan cara menentukan model evaluasi yang tepat, dan cara menyusun rancangan evaluasi program. Pada bab ini masih berupa gambaran umum tentang model dan rancangan evalusi program. Uraian secara detail tentang model dan implementasi dalam evaluasi program pendidikan masih belum tampak. Bagi pembaca yang belum memiliki bekal pengetahuan yang cukup tentu masih membutuhkan penjelasan yang lebih rinci. Demikian juga pada cara penyusunan rancangan evaluasi program.
Bab IV menguraikan tentang perencanaan evaluasi program. Sebagaimana uraian pada bab-bab sebelumnya, bab ini juga belum memberikan gambaran  secara lebih lengkap tentang perencanaan evaluasi program pendidikan sebagaimana judul buku ini. Yang tampak masih terbatas pada perencanaan evaluasi program secara umum saja.
Bab V membahas tentang Langkah langkah Evaluasi Program, yang terdiri dari tiga tahapan yaitu : Persiapan Evaluasi Program, yang harus dilakukan dengan cermat oleh Evaluator. Pelaksanaan Evaluasi Program dan Monitoring (pemantauan) pelaksanaan Evaluasi.
Bab VI Membahas tentang Analisis data dalam evaluasi program, membahas tentang analisis data yang diperoleh dari lapangan bisa berbentuk kualitatif dan kuantitatif. Untuk data kuantitatif biasanya menggunakan teknik statistic sedangkan untuk data kualitatif menggunakan teknik nonstatistik. Dalam pengolaan data kuantitatif langkah pertamanya adalah melakukan tabulasi data, setelah itu barulah pengolahan data.teknik pengolahan dengan statistic terbagi dua jenis yaitu deskriptif dan inferensial.
Bab VII membahas tentang menyusun kesimpulan dan rumusan rekomendasi, dan pada bab VIII membahas tentang Susunan loporan evaluasi biasanya memuat empat hal pokok, yaitu: (1) permasalahan, (2) metodologi evaluasi, (3) hasil evaluasi, (4) kesimpulan atas hasil evaluasinya.
Bab IX membahas tentang tata tulis laporan evaluasi. Penulisan laporan evaluasi memiliki beberapa tujuan yaitu untuk memberikan keterangan, memulai suati tindakan, mengoordinasi proyek, menyarankan suatu langkah atau tindakan, dan merekam kegiatan. Perlu kita ketahui tata tulis laporan mencakup ketentuan tentang kertas, naskah, sampul, pengetikan, penomoran, ilustrasi, pengutipan, penulisan lampiran, penulisan daftar pustaka, dan bahasa.

LATIHAN KEKUATAN UNTUK LARI SPRINT


LATIHAN KEKUATAN UNTUK LARI SPRINT
Berlari Sprint (Sprinting) membutuhkan ketrampilan yang sangat tinggi, karena terdiri atas pengerahan tenaga yang maksimal dalam waktu yang relative sangat singkat. Analisa Biomekanikal dari para pelari Sprint kelas elite menunjukkan adanya sudut yang tinggi dari lutut-lutut mereka saat melakukan gerakan-gerakan Sprint.  Pembentukan kekuatan dan tenaga otot yang maksimal adalah cara bagi seorang sprinter  untuk meningkatkan kinerja mereka. Hal ini dapat dicapai dengan berbagai teknik latihan dan stimulus di fasilitas beban yang memadai, diperkuat dengan latihan-latihan plyometric dan resisted sprints (lari sprint dengan hambatan/resistance).
Berlari sprint adalah sebuah ketrampilan dengan metode latihan yang sangat mendetail agar dapat menghasilkan adaptasi-adaptasi khusus, dimana adaptasi-adaptasi ini akan meningkatkan kinerja saat bertanding. Tujuan secara lebih mendetail mengenai otot-otot yang digunakan dalam berlari sprint, dan cara-cara untuk menguatkan otot-otot tersebut secara benar agar dapat meningkatkan kinerja.  Artikel ini akan membahas lebih jauh mengenai latihan kekuatan (strength training) yang diperlukan untuk lari sprint secara lurus (straight-line sprinting), mulai dari akselerasi awal, sampai dan saat berada di posisi sprinting yang paling maksimal. Artikel ini juga bermanfaat bagi para atlit lompat (baik nomor lompat jauh maupun lompat jangkit) atau lari gawang (100-110m) yang ingin meningkatkan kecepatan lari mereka. Artikel ini akan mendiskusikan peranan dari latihan kekuatan untuk meningkatkan tenaga dan kekuatan, serta metode-metode lainnya yang digunakan oleh para atlit elite.
ANALISA BIOMEKANIK LARI SPRINT 
Bagian ini akan mengulas mengenai dua aspek penting dalam lari sprint: yaitu sudut sendi lutut saat start, dan sudut sendi saat kecepatan sprint yang maksimal. Hal ini adalah karena artikel ini berfokus kepada latihan kekuatan, bukan kepada analisa biomekaniknya. Penulis merasa bahwa adalah penting untuk mengulas mengenai kedua aspek diatas sebagai dasar pemikiran untuk syarat-syarat latihan kekuatan yang akan penulis bahas secara mendalam didalam artikel ini.  Posisi  Block Start  saat lomba lari Sprint memungkinkan atlit untuk mengoptimisasikan posisi kaki mereka pada sebuah situasi yang telah dapat ditetapkan sebelumnya. Para atlit dapat mengatur posisi awal mereka ke posisi yang lebih nyaman dan memungkinkan mereka untuk berakselerasi lebih cepat setelah reaksi awal. Begitu para atlit berada di posisi  Block Start  pada posisi “set” (ambil ancang-ancang), sudut kaki belakang bisa berkisar antara 120-130 derajat. Ini berbeda dengan sudut kaki depan yang berkisar antara97-103 derajat. Hal ini menunjukkan bahwa ada lebih banyak  flexion, atau pelipatan para lutut kaki depan daripada lutut kaki belakang pada posisi “set” saat berada di  starting blocks.  Juga penting untuk diingat, bahwa dari  block start, atlit harus mengatasi inertia, yang disebabkan oleh  tidak adanya momentum untuk memulai, sehingga penting untuk memiliki tenaga reaktif (reactive strength). 
Dalam sebuah lomba lari 100m, setelah akselerasi awal, dan kira-kira menjelang akhir dari fase akeselerasi (kira-kira di jarak 30m untuk par atlit elite), sudut lutut saat touchdown  rata-rata berkisar antara 148.48 derajat. Berikutnya, ada tambahan  knee flexion  (penekukan lutut) lebih jauh yaitu sebesar 6.26 derajat (nilai rata-rata/mean). Untuk para atlit elite dalam lari 100m sprint, pada jarak 70m mereka akan mencapai sudut-sudut yang lebih tinggi (sudut lutut 150.89 derajat, dan mengalami  knee flexion 13.98 derajat lebih jauh  saat mengambil ancang-ancang), menunjukkan bahwa walaupun ada peningkatan sudut lutut menjelang akhir lomba, namun penekukan  lutut ini minimal saja saat melakukan aksi sprint).  Hal ini cukup relevan, karena saat latihan-latihan khusus seperti squat dan latihan lainnya, terjadi peningkatan sudut penekukan lutut, tentunya dalam latihan-latihan yang berhubungan dengan sprint training.
AKSELERASI
Akselerasi awal dalam lari sprint adalah amat penting. Semakin dekat jarak sprint, maka semakin besar penekanan pada fase reaksi dan akselerasi.  Dalam kejuaraan atletik, para atlit nomor sprint dapat memulai pertandingan dengan memanfaatkan starting block yang memungkinkan akselerasi yang lebih cepat. Akan tetap, dalam banyak studi kasus, akselerasi bias dimulai dari posisi berdiri (standing position), dan dalam banyak kasus di olahraga beregu, dari walking start. Untuk mencapai akselerasi, perlu ada penekanan yang kuat untuk menggunakan otot-otot ekstensor dari pinggul (otot gluteal/bokong), dan ada banyak latihan-latihan yang dapat digunakan untuk memperkuat otot-otot tersebut. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, sudut-sudut lutut berbeda antara kaki depan dan belakang saat atlit berada di posisi ancang-ancang dengan memakai starting blocks.   
Riset yang dilakukan terhadap para pelari sprint lapangan telah menemukan bahwa fase kontak dengan lantai/tanah pada lari sprint jarak pendek lebih didominasi oleh tenaga propulsif (propulsive forces, daya lenting) jika dibandingkan dengan tenaga penahan  (braking forces), dan dengan aksi otot concentric.  Hal inilah yang menyebabkan mengapa para pelatih harus mengajarkan atlit untuk “mendorongkan” kakinya pada starting block, bukan “menarik” kaki menjauh dari starting block. Impuls horizontal rata-rata dari starting block dan kontak awal dengan lantai/tanah menunjukkan adanya korelasi antara kecepatan awal lari jika dihubungkan dengan bobot tubuh atlit. 
Baru ada sedikit riset yang telah dilakukan untuk menemukan bentuk/gaya yang paling tepat  bagi para atlit agar dapat mencapai akselerasi secara optimal. Pembentukan tenaga  Concentric  (sebagaimana diterangkan diterangkan pada fase “mendorong” diatas) adalah factor yang esensial untujk mendapatkan kinerja start yang baik, dan oleh karena itu, tenaga “lonjakan” concentric amat berhubungan dengan kinerja lari sprint. Sehingga, peningkatan pada latihan-latihan yang berhubungan dengan hal tersebut akan memberikan hasil yang positif untuk mencapa waktu akselerasi yang lebih baik.
KECEPATAN MAKSIMUM (MAXIMUM SPEED)
Kecepatan maksimum dapat ditingkatkan dengan meningkatkan salah satu dari dua hal berikut, yaitu menambah panjang langkah (stride length), atau meningkatkan frekuensi langkah dalam bilangan waktu tertentu. Telah ada studi terdahulu yang telah diterbitkan, yang menjabarkan bahwa ada perbedaan karakteristik biomekanik sehubungan dengan posisi tubuh, panjang langkah, frekuensi langkah, sudut  lutut minimum, sudut pinggul dan waktu kontak dengan tanah/lantai antara lari sprint pendek 10m (saat akselerasi) dan saat mencapai kecepatan lari maksimum. Keterangan ini dapat dilihat pada Tabel 1. 
Pada tingkat atlit elit, kecepatan lari sprint atlit putrid berkisar antara 10.2-10.7 meter/detik, dan kecepatan tertinggi ini biasanya muncul pada jarak 45-58m saat menempuh jarak 100m tersebut. Atlit putra memiliki kecepatan lebih tinggi yaitu berkisa 11.5-11.8 meter/Detik, dan kecepatan ini muncul lebih lambat, yaitu diperkirakan pada jarak 60m dalam lari 100 meter.
 Tabel 1–Perbandingan akselerasi dan kecepatan maksimal Sprint dalam hubungannya dengan karakteristik Biomekanik Umum

Saat akselerasi
Saat kecepatan maksimum
Postur saat berlari
Condong Kedepan
Tegak
Lebar langkah
Lebih Pendek
Lebih panjang
Freluensi langkah
Sub maksimum
Maksimum
Sudut Lutut minimum mendekati mid support
Lebih kecil
Lebih lebar

PERIODISASI UNTUK LATIHAN KEKUATAN
Seperti pada semua event olahraga, adalah penting untuk melakukan periodisasi (pengaturan waktu) untuk latihan kekuatan agar memperoleh keuntungan yang maksimal dari hasil latihan tersebut. Seorang pelatih perlu untuk mengikuti rencana tahunan, menulis rencana menjelang kompetisi, menyusun fase-fase latihan dan mengatur muatan latihan per minggu supaya mendapatkan muatan latihan yang benar. Faktor penting lainnya adalah usia dan status latihan dari atlit yang dilatih. Untuk referensi bagi persiapan latihan  atlit junior dan atlit yang baru berkembang.
PERSIAPAN UMUM
Untuk lari sprint, pelatih perlu melihat faktor-faktor  yang perlu dikembangkan agar para atlit dapat menunjukkan peningkatan.  Pada fase persiapan umum,  para atlit perlu dilatih dengan penekanan pada memperkuat seluruh badan, dan latihan conditioning secara umum. Contohnya ialah dengan  circuit training,  alat-alat latihan dan/atau latihan dengan medicine ball.    Para pelatih dapat menggunakan daya kreatif mereka untuk mengembangkan program latihan yang sesuai pada fase ini. Dua metode yang berbeda bisa digunakan untuk circuit training, yaitu latihan-latihan yang bisa dilakukan dalam sejumlah repetisi  (10-20), atau latihan-latihan yang dapat dilakukan pada jangka waktu tertentu (30detik-1 menit). Recovery time (waktu pemulihan) antara sesi-sesi latihan dapat dibuat variasi, ditambah atau dikurangi sesuai dengan intensitas latihan tersebut. Atlit-atlit muda dan atlit-atlit yang masih yunior/masih dalam tahap  perkembangan akan sangat membutuhkan latihan-latihan persiapan umum seperti ini. Sedangkan atlit-atlit berpengalaman yang sudah matang hanya perlu sesekali menjalankan latihan-latihan umum seperti ini jika sedang dalam fase persiapan yang panjang.   Mobilitas (kemampuan bergerak) dan fleksibilitas (kelenturan) tubuh memiliki peranan yang amat penting dalam kinerja atlit, sehingga harus menjadi fokus sepanjang fase persiapan umum.  
PILIHAN AKAN METODE-METODE LATIHAN
Lari sprint secara alamiah membutuhkan tenaga, sehingga  logis kiranya jika digunakan metode-metode latihan yang dapat menghasilkan peningkatan kekuatan otot-otot yang berhubungan dengan kegiatan berlari. Meningkatkan tenaga dan kekuatan dari bagian bawah tubuh (dengan tidak melupakan bagian atas tubuh yang juga memiliki peranan dalam sprinting)  harus menjadi fokus dari pemilihan metode latihan bagi para atlit. Angkat beban dengan gaya “Olympic style” dan  variasi-variasinya telah dipergunakan dalam rangka  resistance training  untuk para atlit.  Latihan-latihan seperti  pull to chest (tarikan tinggi),  serta  front and back squat (squat depan dan belakang) telah direkomendasikan untuk keperluan ini.  Bagi para atlit lompat, angkatan  snatch  juga telah direkomendasikan  .  Walaupun latihan-latihan tersebut telah digunakan oleh pelatih-pelatih, ada juga beberapa metode latihan lainnya yang bisa dipergunakan, misalnya Hang Cleans atau Hang Snatches. 
 Metode latihan lain yang memperkuat otot kaki antara lain  squats  dan  leg press.  Pada umumnya, latihan-latihan yang mengembangkan kekuatan dan tenaga adalah latihan  multi-joint exercises  (latihan yang menggunakan beberapa sendi sekaligus) dan yang sedapat mungkin meniru gerakan dan pola spesifik dari olahraga yang ditekuni atlit tersebut.  Pelatih harus mencatat bahwa sprinting  adalah olahraga yang mana kekuatan dan tenaga dihasilkan dari ancang-ancang  single leg stance  (karena kegiatannya adalah berlari)  sehingga sebagian besar gerakan dalam cabang ini dilakukan dengan sudut lutut yang tinggi seperti sudah disinggung pada bagian  sebelumnya. Oleh karena itu, metode-metode latihan yang dapat mensimulasi/mereplikasi sudut-sudut tersebut harus digunakan secara teratur sebagai latihan khusus peningkatan kekuatan bagi para sprinter. 
 Adalah sangat penting bagi para sprinter untuk menggunakan teknik mengangkat secara benar (correct lifting technique) saat berlatih, agar dapat meningkatkan kemampuannya.  Penggunaan otot-otot yang benar, terutama dalam angkatan-angkatan dan gerakan squat gaya Olympic (Olympic type lifts and squats)  adalah sangat penting, karena latihan tersebut membebani otot-otot gluteal  (bokong) dan hamstring (paha), supaya dapat meningkatkan kekuatan pada otot-otot tersebut terutama karena otot-otot tersebut dipergunakan saat fase akselerasi dan fase berlari dengan kecepatan maksimal (maximal sprinting phase).  Angkatan-angkatan bergaya Olympic ini dipertimbangkan sebagai contoh latihan-latihan yang terbaik untuk memaksimalkan kinerja dinamis para atlit. 
 Juga tidak kalah pentingnya adalah penggunaan teknik yang benar saat berlatih agar dapat mengurangi resiko cedera, terutama saat melakukan gerakan angkat-mengangkat.  Jangan sampai secara berlebihan membebani tulang belakang (spine) terutama saat melakukan  squatting dan  Olympic lifting exercises.  Dan sudah saatnya para pelatih secara logis menjelaskan dan mengajarkan kepada para atlit, tindakan apa yang tepat dilakukan jika tidak berhasil mengangkat beban (miss the lift) secara benar. Hal ini sangat penting terutama kalau atlit berusaha mengangkat beban yang telah mendekati batas kemampuannya, terlebih kalau beban itu sudah diangkat lebih tinggi dari kepala. Teknik-teknik yang benar untuk dilakukan saat gagal mengangkat beban adalah sangat penting untuk keamanan dan perkembangan jangka panjang dari atlit. 
 Telah  ada beberapa saran bahwa pemilihan metode latihan untuk program latihan para sprinters  harus dilakukan dengan mempertimbangkan pentingnya otot-otot spesifik/khusus yang digunakan dalam gerakan berlari sprint.  Disarankan bahwa latihan-latihan harus disesuaikan dengan komponen dari pertandingan yang mana sang atlit perlu melakukan peningkatan-peningkatan.  Beberapa macam metode latihan dapat direkomendasikan, didasarkan pada sifat metode-metode tersebut, apakah general, medium  atau  highly specific  kepada fase akselerasi atau fase maximum speed saat berlari.  Contoh-contoh dari latihan spesifik tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Table 2   Latihan-latihan Spesifik yang bersifat Medium untuk Sprinting
Tahap Akselerasi
Tahap Maximum Speed
Half Squat
Quarter Squat
Single-Leg squats/lunges
High-Speed hip flexion  machine
Power Clean/snatch from floor   
Romanian dead lift
Push Press 
Single-Leg squats/lunges
Bench Press Throws
Power clean/snatch from blocks

Drop jumps/hurdle jumps

Bounding/hopping for distance

Bench Press Throws

PEMBENTUKAN KEKUATAN
Jika kita mendiskusikan mengenai kekuatan, maka adalah penting untuk memahami bahwa kekuatan, disebut juga  strength,  memiliki beberapa komponen fungsional, yang akan didiskusikan lebih lanjut secara mendetil. Namun secara garis besarnya, kekuatan (strength) tampil dibawah enam kualitas spesifik, yaitu:
1.  Maximum Strength-  Yaitu  beban paling berat yang bisa diangkat atlit, tanpa menggunakan kecepatan aksi otot  (baik eccentric, concentric, isometric)
2.  High Load Speed Strength-  Kekuatan mengangkat beban berat secepat mungkin. 
3.  Low Load Speed Strength-  Kekuatan mengangkat beban ringan secepat mungkin. 
4.  Rate of Force Development-  Kecepatan sistim saraf otot (neuromuscular system) untuk menghasilkan daya (force). Hal ini akan didiskusikan dengan lebih mendetail. 
5. Reactive Strength- Kemampuan otot untuk berubah seketika dari aksi  eccentric  ke concentric secepat mungkin. 
6.  Skill Performance-  Koordinasi dari sistim otot untuk membuat  sequence (tahapan/urutan) dari gerakan/aksi otot untuk memaksimalkan pembuatan daya.
Pembentukan kekuatan maksimal dalam sprinting memiliki dampak kepada  force output (keluaran daya) yang seorang atlit bisa tampilkan dalam fase akselerasi dan tahap-tahap akhir saat melakukan lari sprint. Volume dari latihan harus diperiksa lagi agar mendapatkan respons latihan yang baik. Untuk mendapatkan maximal strength gains (perolehan kekuatan maksimal), maka beban >85% 1 RM  dapat dipergunakan.  Jumlah repetisi tertentu per latihan telah direkomendasikan oleh Bompa (4) didasarkan pada persentasi  RM  untuk setiap latihan tertentu, (secara pribadi, saya berpendapat bahwa volume yang direkomendasikan tersebut cukup besar).
Berikut  ini adalah contoh volume untuk atlit yang sudah sangat terlatih:
  95-100%: 15-25 reps 
  90-95%: 20-40 reps 
  80-90%: 35-85 reps 
  75-80%: 70-110 reps
 Perlu didorong untuk adanya  Full recovery diantara tiap set,  karena waktu tambahan ini memungkinkan pemulihan  sistim saraf pusat dan ATP-PC (4). 
 Juga disarankan bahwa untuk mendapatkan kekuatan maksimal, training perlu dijalankan pada intensitas rata-rata (mean intensity) 85% 1RM,  dua hari per minggu, dan training volume rata-rata  8 sets per  kelompok otot (muscle group)  untuk mendapatkan hasil latihan yang diinginkan. Pembangunan kapasitas kekuatan para atlit memiliki tiga fase yang berbeda yang membutuhkan bentuk latihan yang berbeda pula.  Pendapat lain menyarankan bahwa ketiga level latihan ini membutuhkan variabel-variabel yang berbeda untuk muatan latihannya.  Atlit Pemula (Novice),  atlit Menengah (Intermediate) dan atlit    yang sudah maju (Advanced athletes) membutuhkan muatan latihan yang berbeda (60-70% 1RM  untuk  Novice, 70-80% 1RM untuk  Intermediate  dan  70-100% 1RM  untuk Advanced).  Peningkatan jumlah hari latihan dalam seminggu bisa diberikan sejumlah  2-3 days per minggu untuk  Novice, 4-6 days per hari untuk Advanced athletes. Contoh program kekuatan maksimum untuk atlit sprint kelas Intermediate  atau Advanced bisa dilihat di Table 3. 
 Latihan dengan resistance berat (Heavy resistance training  >85% 1RM)  dilaporkan dapat meingkatkan kekuatan maksimum, dan berarti juga meningkatkan kekuatan otot dan kinerja dinamis.  Penggunaan beban berat secara teoritis didasarkan pada prinsip  size yang menyarankan bahwa beban berat perlu dilakukan untuk melatih kemampuan unit motorik fast-twitch (Type II)
Table 3 – Contoh sesi latihan kekuatan secara maksimum untuk sprinter kelas Intermediate-Advanced. 
HANG CLEAN 
 4X3 (85% 1RM) 3X2             
(90% 1RM)
HALF SQUAT
 4X3 (85% 1RM) 3X2  
(90% 1RM)
BENCH PRESS  
 4X6 (80% 1RM) 3X2                               
(90% 1RM)
POWER CLEAN  (SPLIT LEG)
 4X6 (80% 1RM) 3X2                         
(90% 1RM)

Waktu Recovery antar Sets              3-5 min
Waktu  Recovery  antar  Bentuk Latihan     3-5 min
Catatan:  Latihan tambahan untuk memperkuat otot abdominal dan  back extensors  (otot punggung) belum ditambahkan disini. Perlu diingat bahwa latihan-latihan tersebut adalah komponen yang sangat direkomendasikan  untuk ditambahkan.  Agak sulit untuk merekomendasikan jumlah repetisi untuk metode-metode latihan ini karena jumlah tersebut akan bervarioasi sesuai dengan intensitas latihan dan pengalaman latihan atlit yang bersangkutan.  
PEMBENTUKAN  /  PENGEMBANGAN DAYA (POWER)
Pengembangan Daya (Power) untuk para sprinter adalah komponen penting yang seringkali mendasari hasil kinerja mereka. Daya mekanis (Mechanical power)  bisa didefinisikan sebagai jumlah dari  force dikalikan dengan kecepatan/velocity  dari gerakan.
Power   = Work/Time 
             = Force x Distance/Time 
             = Force x Velocity
 Biasanya para atlit menggunakan latihan heavy resistance  untuk mengembangkan kekuatan dan kinerja.  Namun akhir-akhir ini, banyak variasi bentuk latihan yang digunakan untuk membentuk  explosive power  (daya eksplosif)  misalnya  dynamic weight training, plyometric training, atau kombinasi keduanya.  Tidak diragukan lagi bahwa latihan plyometric exercises  memainkan peranan penting dalam pengembangan kekuatan untuk para  sprinters,  dimana siklus  tretch shortening cycle  adalah komponen y yang dibangun lewat berbagai latihan dinamis seperti bounding, hoping atau depth jumping.
 Karena  power  adalah hasil  dari  force  dan velocity,  maka kedua komponen ini perlu diperhatikan dalam program latihan untuk membentuk daya otot.  Namun,  force  dan velocity  adalah saling terkait dalam gerakan otot.  Saat  velocity  dari gerakan meningkat, force  yang dihasilkan oleh otot makin berkurang saat otot melakukan gerakan concentric.  Sehingga,  power  maksimal akan diperoleh dari kompromi antara  force  dan velocity. 
 Telah ada riset mengenai efektivitas dari latihan balistik yang spesifik (misalnya  jump squat)  memiliki respons  latihan (training response) yang lebih besar daripada metode latihan lainnya yang hanya memanfaatkan kontraksi  eccentric  dan  concentric.  Akibat rasional dari pemikiran tersebut adalah dengan menghilangkan latihan untuk fase deselerasi (deceleration phase)  dan lebih menekankan secara spesifik untuk gerakan yang eksplosif. Latihan semacam ini biasa dilakukan dengan menggunakan peralatan yang mahal, sehingga mungkin tidak praktis untuk balai-balai latihan/gymnasium yang peralatannya belum memenuhi syarat.   Saat berlatih  jump squat  untuk melatih akselerasi awal, pelatih dapat menggunakan split jump squat, (dengan posisi kaki dibuat sama dengan posisi ancang-ancang di starting blocks)  untuk menduplikasi/replikasi gerakan tersebut, membuatnya lebih spesifik.  Para pelari  Elite  bukan hanya menggunakan resistance training  untuk meningkatkan kekuatan dan tenaga mereka, tapi sebagian dari program latihan mereka terdiri atas kombinasi  plyometric training  dan latihan bounding.  Juga penting penggunaan latihan lari (running drills)  dan latihan teknik lari untuk membentuk sistim neuromuscular. Para atlit sprint kelas elite juga memasukkan latihan-latihan  acceleration drills  bersama dengan  over speed  atau  supramaximal velocity training  (training percepatan  supra-maksimal).  
MUATAN (LOADING) UNTUK LATIHAN POWER 
Direkomendasikan untuk menggunakan beban untuk latihan  pengembangan/pembentukan kekuatan otot (muscular-power development),  dengan menggunakan beban yang memaksimalkan tenaga (power output).  Salah satu point yang didiskusikan dalam hal latihan resistance exercise  untuk pengembangan tenaga/power adalah tipe muatan yang digunakan. Ada dua macam pemikiran disini, yaitu: (a) penggunaan muatan tinggi  (80-100% 1RM) untuk menghasilkan  fast twitch motor  unit dengan ambang batas  yang tinggi (high-threshold fast twitch motor units)  dengan didasarkan pada prinsip-prinsip sesuai ukuran (size principle)  dan  (b)  penggunaan muatan yang lebih ringan  (30-40% 1RM)  untuk mempertahankan kecepatan serta kekhususan latihan untuk memaksimalkan mechanical output.
 Juga telah disarankan bahwa tujuan dari latihan adalah untuk menggerakan beban secara cepat, jadi bukan beban training yang menentukan respons latihan  .  Ini adalah sebuah  point  yang juga  penting saat membentuk fase kekuatan maksimal, dimana beban besar (>85% 1RM) diangkat.  Beban untuk mengoptimalkan tenaga/power untuk  jump squat  didefinisikan secara berbeda dalam riset-riset sebelumnya (berkisar antara 1RM squats dengan rasio 30-80%). Riset-riset lain menyarankan bahwa kekuatan rata-rata yang maksimal pada semua beban antara 30 sampai 60% dari 1RM, baik dari posisi traditional squat position, atau dari  split squat,  laat berlatih  jump squat exercise.  Masalah utamanya adalah bagaimana mengukur muatan/beban tersebut, dan subyek pengetesannya. Direkomendasikan untuk menggunakan standard protocol yang disepakati bersama, sebagaimana termaktub dalam artikel yang direferensikan oleh Dugan.  Kisaran repetisi untuk atlet dalam masa pembentukan akan berbeda-beda sesuai dengan status latihannya. Idealnya, para atlet perlu melakukan antara 1-3 set per sesi latian, dengan 1-6 repetisi untuk tiap set.  Walaupun banyak study sebelumnya telah diselesaikan untuk membahas mengenai muatan optimal untuk pembentukan kekuatan dalam persiapan atlet sebelum bertanding, kelihatannya belum dapat ditentukan persentasi  1RM  yang bisa disarankan oleh para pelatih. Hali  ini disebabkan karena setiap metode latian dan setiap atlet adalah berbeda-beda dalam perkembangannya.  Muatan yang optimal untuk latihan kekuatan harus ditentukan oleh banyak variabel. Contoh dari variabel tersebut adalah: pengalaman atlet itu sendiri, dan status latihan dalam program latihan tahunan. Hal ini juga menunjukkan bahwa perbedaan antar individu amat penting, dan juga perlu adalnya rencana tahunan semua aspek untuk persiapan atlet. 
TINGKAT PEMBENTUKAN DAYA (RATE OF FORCE DEVELOPMENT)
Kekuatan otot eksplosif dapat didefinisikan sebagai tingkat dan peningkatan daya kontraktil (rise of contractile force)  yang bisa dikeluarkan saat awal kontraksi otot, misalnya tingkat pembentukan daya (rate of force development-RFD). Hal ini khususnya penting bagi para pelari sprint karena mereka hanya memiliki waktu yang amat singkat untuk menghasilkan daya yang maksimal (maximal force, misalnya, hanya punya waktu beberapa detik untuk akselerasi kecepatan lari setelah meninggalkan balok start),  dan saat menyentuh lantai waktu kecepatan sprint maksimal yang harusnya sudah berada di kisaran angka  50-250 ms.  Salah satu dari adaptasi optimal untuk  resistance training adalah peningkatan  RFD,  dan adaptasi semacam ini telah dapat dilihat waktu para atlet mengadopsi beberapa macam metode latihan yang bersifat balistik  (misalnya Olympic Lifts  dan  jump squats).  Peningkatan RFD  yang timbul akibat  resistance training memungkinkan peningkatan daya dan kecepatan  maksimal  (maximal  force and velocity) yang dapat diperoleh saat kecepatan sprint maksimal (1). Beban yang diangkat juga bisa memiliki dampatk terhadap proses pembentukan  RFD development.  Metode angkat beban secara eksplosif dibawah rasio 60-80%  dari 1RM  telah disarankan seabgai muatan yang ideal untuk meningkatkan  RFD para atlet.
COMPLEX TRAINING  (PENGGUNAAN BERMACAM-MACAM CARA LATIHAN DALAM SATU SESI)
Penggunaan bermacam-macam cara latihan (selain dari melakukan latihan lari  sprint), telah digunakan selama beberapa dekade. Hal ini dapat  dilihat pada program mingguan dimana atlit sprint  berlatih dengan bermacam-macam cara, mulai dari latihan di lapangan, dikombinasikan dengan latihan di ruang beban,  latihan plyometrics dan resisted sprints,  untuk mengoptimalkan peningkatan kinerja mereka.  Penggunaan berbagai mode/gaya training antar-sesi seperti ini telah banyak mendapat perhatian dewasa ini. Complex training  melibatkan implementasi dari latihan  heavy resistance  (1-5RM),  diikuti dengan latihan lain yang serupa secara biomekanik, namun dilakukan dengan lebih cepat dan  resistance  yang lebih ringan. Contoh dari hal ini adalah jika latihan  heavy back squat  dilakukan lalu langsung diikuti dengan satu seri lompat jangkit (hurdle jumps).  Contoh dari satu sesi menggunakan complex training bisa dilihat pada tabel 4.  Pemikiran dibalik munculnya complex training adalah bahwa kemampuan eksplosif otot akan menjadi besar setelah  mengalami konstraksi maksimal atau mendekati maksimal. Fenomena ini disebut sebagai potensiasi pasca aktivasi. Modal latihan ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut, agar bisa dibandingkan dengan program latihan lain yang menargetkan pada pengembangan kekuatan otot. Set dan pengulangan masih belum jelas. 
 Table 4 – Sebuah contoh bagaimana latihan-latihan yang kompleks  dapat dimasukkan kedalam sesi latihan. (Catatan:  latihan kedua dimulai segera setelah latihan pertama). 
Half Squat   
3x5 (85% 1RM)
Low Hurdle Jumps 
6
Bench Press
3x5 (85% 1RM)
Clap Push Ups
6
Leg Press
3x5 (85% 1RM)
Squat Jumps
6

KESIMPULAN 
Sebuah program latihan yang terstruktur dengan baik dapat menghasilkan peningkatan kinerja para atlit sprint.  Peningkatan dari kekuatan maksimal dan tenaga otot  dapat dicapai jika variabel-variabel yang terkait dengan latihan dapat diatur secara sesuai. Adalah penting untuk memanfaatkan teknik angkat beban gaya Olympiade (Olympic lifts) dan varian-variannya untuk mencapai hasil tersebut;  namun muatan yang optimal  bisa berbeda-beda tergantung dari atlit dan dari metode/macam latihan yang digunakan. Metode latihan lainnya juga memegang peranan penting dalam latihan pembentukan kekuatan,  demikian juga dengan komponen latihan laiunnya seperti latihan  plyometrics, latihan  running drills  dan  latihan  over speed conditioning.