LATIHAN KEKUATAN UNTUK
LARI SPRINT
Berlari
Sprint (Sprinting) membutuhkan ketrampilan yang sangat tinggi, karena terdiri
atas pengerahan tenaga yang maksimal dalam waktu yang relative sangat singkat.
Analisa Biomekanikal dari para pelari Sprint kelas elite menunjukkan adanya
sudut yang tinggi dari lutut-lutut mereka saat melakukan gerakan-gerakan
Sprint. Pembentukan kekuatan dan tenaga
otot yang maksimal adalah cara bagi seorang sprinter untuk meningkatkan kinerja mereka. Hal ini
dapat dicapai dengan berbagai teknik latihan dan stimulus di fasilitas beban
yang memadai, diperkuat dengan latihan-latihan plyometric dan resisted sprints
(lari sprint dengan hambatan/resistance).
Berlari
sprint adalah sebuah ketrampilan dengan metode latihan yang sangat mendetail
agar dapat menghasilkan adaptasi-adaptasi khusus, dimana adaptasi-adaptasi ini
akan meningkatkan kinerja saat bertanding. Tujuan secara lebih mendetail
mengenai otot-otot yang digunakan dalam berlari sprint, dan cara-cara untuk
menguatkan otot-otot tersebut secara benar agar dapat meningkatkan kinerja. Artikel ini akan membahas lebih jauh mengenai
latihan kekuatan (strength training) yang diperlukan untuk lari sprint secara
lurus (straight-line sprinting), mulai dari akselerasi awal, sampai dan saat
berada di posisi sprinting yang paling maksimal. Artikel ini juga bermanfaat
bagi para atlit lompat (baik nomor lompat jauh maupun lompat jangkit) atau lari
gawang (100-110m) yang ingin meningkatkan kecepatan lari mereka. Artikel ini
akan mendiskusikan peranan dari latihan kekuatan untuk meningkatkan tenaga dan kekuatan,
serta metode-metode lainnya yang digunakan oleh para atlit elite.
ANALISA BIOMEKANIK LARI
SPRINT
Bagian
ini akan mengulas mengenai dua aspek penting dalam lari sprint: yaitu sudut
sendi lutut saat start, dan sudut sendi saat kecepatan sprint yang maksimal.
Hal ini adalah karena artikel ini berfokus kepada latihan kekuatan, bukan
kepada analisa biomekaniknya. Penulis merasa bahwa adalah penting untuk
mengulas mengenai kedua aspek diatas sebagai dasar pemikiran untuk syarat-syarat
latihan kekuatan yang akan penulis bahas secara mendalam didalam artikel
ini. Posisi Block Start
saat lomba lari Sprint memungkinkan atlit untuk mengoptimisasikan posisi
kaki mereka pada sebuah situasi yang telah dapat ditetapkan sebelumnya. Para
atlit dapat mengatur posisi awal mereka ke posisi yang lebih nyaman dan
memungkinkan mereka untuk berakselerasi lebih cepat setelah reaksi awal. Begitu
para atlit berada di posisi Block Start pada posisi “set” (ambil ancang-ancang),
sudut kaki belakang bisa berkisar antara 120-130 derajat. Ini berbeda dengan
sudut kaki depan yang berkisar antara97-103 derajat. Hal ini menunjukkan bahwa ada
lebih banyak flexion, atau pelipatan
para lutut kaki depan daripada lutut kaki belakang pada posisi “set” saat
berada di starting blocks. Juga penting untuk diingat, bahwa dari block start, atlit harus mengatasi inertia,
yang disebabkan oleh tidak adanya momentum
untuk memulai, sehingga penting untuk memiliki tenaga reaktif (reactive strength).
Dalam
sebuah lomba lari 100m, setelah akselerasi awal, dan kira-kira menjelang akhir
dari fase akeselerasi (kira-kira di jarak 30m untuk par atlit elite), sudut
lutut saat touchdown rata-rata berkisar
antara 148.48 derajat. Berikutnya, ada tambahan
knee flexion (penekukan lutut)
lebih jauh yaitu sebesar 6.26 derajat (nilai rata-rata/mean). Untuk para atlit
elite dalam lari 100m sprint, pada jarak 70m mereka akan mencapai sudut-sudut
yang lebih tinggi (sudut lutut 150.89 derajat, dan mengalami knee flexion 13.98 derajat lebih jauh saat mengambil ancang-ancang), menunjukkan
bahwa walaupun ada peningkatan sudut lutut menjelang akhir lomba, namun
penekukan lutut ini minimal saja saat
melakukan aksi sprint). Hal ini cukup
relevan, karena saat latihan-latihan khusus seperti squat dan latihan lainnya,
terjadi peningkatan sudut penekukan lutut, tentunya dalam latihan-latihan yang berhubungan
dengan sprint training.
AKSELERASI
Akselerasi
awal dalam lari sprint adalah amat penting. Semakin dekat jarak sprint, maka semakin
besar penekanan pada fase reaksi dan akselerasi. Dalam kejuaraan atletik, para atlit nomor
sprint dapat memulai pertandingan dengan memanfaatkan starting block yang
memungkinkan akselerasi yang lebih cepat. Akan tetap, dalam banyak studi kasus,
akselerasi bias dimulai dari posisi berdiri (standing position), dan dalam
banyak kasus di olahraga beregu, dari walking start. Untuk mencapai akselerasi,
perlu ada penekanan yang kuat untuk menggunakan otot-otot ekstensor dari pinggul
(otot gluteal/bokong), dan ada banyak latihan-latihan yang dapat digunakan
untuk memperkuat otot-otot tersebut. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya,
sudut-sudut lutut berbeda antara kaki depan dan belakang saat atlit berada di
posisi ancang-ancang dengan memakai starting blocks.
Riset
yang dilakukan terhadap para pelari sprint lapangan telah menemukan bahwa fase kontak
dengan lantai/tanah pada lari sprint jarak pendek lebih didominasi oleh tenaga propulsif
(propulsive forces, daya lenting) jika dibandingkan dengan tenaga penahan (braking forces), dan dengan aksi otot concentric. Hal inilah yang menyebabkan mengapa para pelatih
harus mengajarkan atlit untuk “mendorongkan” kakinya pada starting block, bukan
“menarik” kaki menjauh dari starting block. Impuls horizontal rata-rata dari starting
block dan kontak awal dengan lantai/tanah menunjukkan adanya korelasi antara
kecepatan awal lari jika dihubungkan dengan bobot tubuh atlit.
Baru
ada sedikit riset yang telah dilakukan untuk menemukan bentuk/gaya yang paling tepat bagi para atlit agar dapat mencapai akselerasi
secara optimal. Pembentukan tenaga
Concentric (sebagaimana
diterangkan diterangkan pada fase “mendorong” diatas) adalah factor yang
esensial untujk mendapatkan kinerja start yang baik, dan oleh karena itu, tenaga
“lonjakan” concentric amat berhubungan dengan kinerja lari sprint. Sehingga,
peningkatan pada latihan-latihan yang berhubungan dengan hal tersebut akan memberikan
hasil yang positif untuk mencapa waktu akselerasi yang lebih baik.
KECEPATAN MAKSIMUM
(MAXIMUM SPEED)
Kecepatan
maksimum dapat ditingkatkan dengan meningkatkan salah satu dari dua hal berikut,
yaitu menambah panjang langkah (stride length), atau meningkatkan frekuensi langkah
dalam bilangan waktu tertentu. Telah ada studi terdahulu yang telah
diterbitkan, yang menjabarkan bahwa ada perbedaan karakteristik biomekanik
sehubungan dengan posisi tubuh, panjang langkah, frekuensi langkah, sudut lutut minimum, sudut pinggul dan waktu kontak
dengan tanah/lantai antara lari sprint pendek 10m (saat akselerasi) dan saat
mencapai kecepatan lari maksimum. Keterangan ini dapat dilihat pada Tabel
1.
Pada
tingkat atlit elit, kecepatan lari sprint atlit putrid berkisar antara
10.2-10.7 meter/detik, dan kecepatan tertinggi ini biasanya muncul pada jarak
45-58m saat menempuh jarak 100m tersebut. Atlit putra memiliki kecepatan lebih
tinggi yaitu berkisa 11.5-11.8 meter/Detik, dan kecepatan ini muncul lebih lambat,
yaitu diperkirakan pada jarak 60m dalam lari 100 meter.
Tabel 1–Perbandingan akselerasi dan kecepatan
maksimal Sprint dalam hubungannya dengan karakteristik Biomekanik Umum
|
Saat akselerasi
|
Saat kecepatan maksimum
|
Postur saat berlari
|
Condong Kedepan
|
Tegak
|
Lebar langkah
|
Lebih Pendek
|
Lebih panjang
|
Freluensi langkah
|
Sub maksimum
|
Maksimum
|
Sudut Lutut minimum mendekati mid
support
|
Lebih kecil
|
Lebih lebar
|
PERIODISASI UNTUK
LATIHAN KEKUATAN
Seperti
pada semua event olahraga, adalah penting untuk melakukan periodisasi (pengaturan
waktu) untuk latihan kekuatan agar memperoleh keuntungan yang maksimal dari
hasil latihan tersebut. Seorang pelatih perlu untuk mengikuti rencana tahunan, menulis
rencana menjelang kompetisi, menyusun fase-fase latihan dan mengatur muatan
latihan per minggu supaya mendapatkan muatan latihan yang benar. Faktor penting
lainnya adalah usia dan status latihan dari atlit yang dilatih. Untuk referensi
bagi persiapan latihan atlit junior dan
atlit yang baru berkembang.
PERSIAPAN UMUM
Untuk
lari sprint, pelatih perlu melihat faktor-faktor yang perlu dikembangkan agar para atlit dapat
menunjukkan peningkatan. Pada fase
persiapan umum, para atlit perlu dilatih
dengan penekanan pada memperkuat seluruh badan, dan latihan conditioning secara
umum. Contohnya ialah dengan circuit
training, alat-alat latihan dan/atau
latihan dengan medicine ball. Para pelatih
dapat menggunakan daya kreatif mereka untuk mengembangkan program latihan yang
sesuai pada fase ini. Dua metode yang berbeda bisa digunakan untuk circuit
training, yaitu latihan-latihan yang bisa dilakukan dalam sejumlah
repetisi (10-20), atau latihan-latihan
yang dapat dilakukan pada jangka waktu tertentu (30detik-1 menit). Recovery
time (waktu pemulihan) antara sesi-sesi latihan dapat dibuat variasi, ditambah atau
dikurangi sesuai dengan intensitas latihan tersebut. Atlit-atlit muda dan
atlit-atlit yang masih yunior/masih dalam tahap perkembangan akan sangat membutuhkan latihan-latihan
persiapan umum seperti ini. Sedangkan atlit-atlit berpengalaman yang sudah
matang hanya perlu sesekali menjalankan latihan-latihan umum seperti ini jika
sedang dalam fase persiapan yang panjang.
Mobilitas (kemampuan bergerak) dan fleksibilitas (kelenturan) tubuh
memiliki peranan yang amat penting dalam kinerja atlit, sehingga harus menjadi
fokus sepanjang fase persiapan umum.
PILIHAN AKAN
METODE-METODE LATIHAN
Lari
sprint secara alamiah membutuhkan tenaga, sehingga logis kiranya jika digunakan metode-metode
latihan yang dapat menghasilkan peningkatan kekuatan otot-otot yang berhubungan
dengan kegiatan berlari. Meningkatkan tenaga dan kekuatan dari bagian bawah
tubuh (dengan tidak melupakan bagian atas tubuh yang juga memiliki peranan dalam
sprinting) harus menjadi fokus dari pemilihan
metode latihan bagi para atlit. Angkat beban dengan gaya “Olympic style” dan variasi-variasinya telah dipergunakan dalam
rangka resistance training untuk para atlit. Latihan-latihan seperti pull to chest (tarikan tinggi), serta
front and back squat (squat depan dan belakang) telah direkomendasikan
untuk keperluan ini. Bagi para atlit
lompat, angkatan snatch juga telah direkomendasikan .
Walaupun latihan-latihan tersebut telah digunakan oleh pelatih-pelatih,
ada juga beberapa metode latihan lainnya yang bisa dipergunakan, misalnya Hang
Cleans atau Hang Snatches.
Metode latihan lain yang memperkuat otot kaki
antara lain squats dan
leg press. Pada umumnya,
latihan-latihan yang mengembangkan kekuatan dan tenaga adalah latihan multi-joint exercises (latihan yang menggunakan beberapa sendi
sekaligus) dan yang sedapat mungkin meniru gerakan dan pola spesifik dari
olahraga yang ditekuni atlit tersebut.
Pelatih harus mencatat bahwa sprinting
adalah olahraga yang mana kekuatan dan tenaga dihasilkan dari ancang-ancang single leg stance (karena kegiatannya adalah berlari) sehingga sebagian besar gerakan dalam cabang
ini dilakukan dengan sudut lutut yang tinggi seperti sudah disinggung pada
bagian sebelumnya. Oleh karena itu,
metode-metode latihan yang dapat mensimulasi/mereplikasi sudut-sudut tersebut harus
digunakan secara teratur sebagai latihan khusus peningkatan kekuatan bagi para
sprinter.
Adalah sangat penting bagi para sprinter untuk
menggunakan teknik mengangkat secara benar (correct lifting technique) saat berlatih,
agar dapat meningkatkan kemampuannya.
Penggunaan otot-otot yang benar, terutama dalam angkatan-angkatan dan
gerakan squat gaya Olympic (Olympic type lifts and squats) adalah sangat penting, karena latihan
tersebut membebani otot-otot gluteal (bokong)
dan hamstring (paha), supaya dapat meningkatkan kekuatan pada otot-otot tersebut
terutama karena otot-otot tersebut dipergunakan saat fase akselerasi dan fase
berlari dengan kecepatan maksimal (maximal sprinting phase). Angkatan-angkatan bergaya Olympic ini dipertimbangkan
sebagai contoh latihan-latihan yang terbaik untuk memaksimalkan kinerja dinamis
para atlit.
Juga tidak kalah pentingnya adalah penggunaan
teknik yang benar saat berlatih agar dapat mengurangi resiko cedera, terutama
saat melakukan gerakan angkat-mengangkat.
Jangan sampai secara berlebihan membebani tulang belakang (spine) terutama
saat melakukan squatting dan Olympic lifting exercises. Dan sudah saatnya para pelatih secara logis
menjelaskan dan mengajarkan kepada para atlit, tindakan apa yang tepat
dilakukan jika tidak berhasil mengangkat beban (miss the lift) secara benar.
Hal ini sangat penting terutama kalau atlit berusaha mengangkat beban yang
telah mendekati batas kemampuannya, terlebih kalau beban itu sudah diangkat
lebih tinggi dari kepala. Teknik-teknik yang benar untuk dilakukan saat gagal
mengangkat beban adalah sangat penting untuk keamanan dan perkembangan jangka
panjang dari atlit.
Telah
ada beberapa saran bahwa pemilihan metode latihan untuk program latihan
para sprinters harus dilakukan dengan
mempertimbangkan pentingnya otot-otot spesifik/khusus yang digunakan dalam
gerakan berlari sprint. Disarankan bahwa
latihan-latihan harus disesuaikan dengan komponen dari pertandingan yang mana
sang atlit perlu melakukan peningkatan-peningkatan. Beberapa macam metode latihan dapat direkomendasikan,
didasarkan pada sifat metode-metode tersebut, apakah general, medium atau
highly specific kepada fase
akselerasi atau fase maximum speed saat berlari. Contoh-contoh dari latihan spesifik tersebut
dapat dilihat pada Tabel 2.
Table
2 – Latihan-latihan Spesifik yang bersifat Medium
untuk Sprinting
Tahap Akselerasi
|
Tahap Maximum Speed
|
Half Squat
|
Quarter Squat
|
Single-Leg squats/lunges
|
High-Speed hip flexion machine
|
Power Clean/snatch from
floor
|
Romanian dead lift
|
Push Press
|
Single-Leg squats/lunges
|
Bench Press Throws
|
Power clean/snatch from blocks
|
|
Drop jumps/hurdle jumps
|
|
Bounding/hopping for distance
|
|
Bench Press Throws
|
PEMBENTUKAN KEKUATAN
Jika
kita mendiskusikan mengenai kekuatan, maka adalah penting untuk memahami bahwa kekuatan,
disebut juga strength, memiliki beberapa komponen fungsional, yang
akan didiskusikan lebih lanjut secara mendetil. Namun secara garis besarnya,
kekuatan (strength) tampil dibawah enam kualitas spesifik, yaitu:
1. Maximum Strength- Yaitu
beban paling berat yang bisa diangkat atlit, tanpa menggunakan kecepatan
aksi otot (baik eccentric, concentric,
isometric)
2. High Load Speed Strength- Kekuatan mengangkat beban berat secepat
mungkin.
3. Low Load Speed Strength- Kekuatan mengangkat beban ringan secepat
mungkin.
4. Rate of Force Development- Kecepatan sistim saraf otot (neuromuscular
system) untuk menghasilkan daya (force). Hal ini akan didiskusikan dengan lebih
mendetail.
5.
Reactive Strength- Kemampuan otot untuk berubah seketika dari aksi eccentric
ke concentric secepat mungkin.
6. Skill Performance- Koordinasi dari sistim otot untuk
membuat sequence (tahapan/urutan) dari gerakan/aksi
otot untuk memaksimalkan pembuatan daya.
Pembentukan
kekuatan maksimal dalam sprinting memiliki dampak kepada force output (keluaran daya) yang seorang
atlit bisa tampilkan dalam fase akselerasi dan tahap-tahap akhir saat melakukan
lari sprint. Volume dari latihan harus diperiksa lagi agar mendapatkan respons
latihan yang baik. Untuk mendapatkan maximal strength gains (perolehan kekuatan
maksimal), maka beban >85% 1 RM dapat
dipergunakan. Jumlah repetisi tertentu
per latihan telah direkomendasikan oleh Bompa (4) didasarkan pada
persentasi RM untuk setiap latihan tertentu, (secara pribadi,
saya berpendapat bahwa volume yang direkomendasikan tersebut cukup besar).
Berikut ini adalah contoh volume untuk atlit yang
sudah sangat terlatih:
95-100%: 15-25 reps
90-95%: 20-40 reps
80-90%: 35-85 reps
75-80%: 70-110 reps
Perlu didorong untuk adanya Full recovery diantara tiap set, karena waktu tambahan ini memungkinkan
pemulihan sistim saraf pusat dan ATP-PC
(4).
Juga disarankan bahwa untuk mendapatkan kekuatan
maksimal, training perlu dijalankan pada intensitas rata-rata (mean intensity)
85% 1RM, dua hari per minggu, dan
training volume rata-rata 8 sets
per kelompok otot (muscle group) untuk mendapatkan hasil latihan yang
diinginkan. Pembangunan kapasitas kekuatan para atlit memiliki tiga fase yang
berbeda yang membutuhkan bentuk latihan yang berbeda pula. Pendapat lain menyarankan bahwa ketiga level
latihan ini membutuhkan variabel-variabel yang berbeda untuk muatan latihannya.
Atlit Pemula (Novice), atlit Menengah (Intermediate) dan atlit yang sudah maju (Advanced athletes) membutuhkan
muatan latihan yang berbeda (60-70% 1RM
untuk Novice, 70-80% 1RM untuk Intermediate
dan 70-100% 1RM untuk Advanced). Peningkatan jumlah hari latihan dalam
seminggu bisa diberikan sejumlah 2-3 days
per minggu untuk Novice, 4-6 days per hari
untuk Advanced athletes. Contoh program kekuatan maksimum untuk atlit sprint
kelas Intermediate atau Advanced bisa
dilihat di Table 3.
Latihan dengan resistance berat (Heavy resistance
training >85% 1RM) dilaporkan dapat meingkatkan kekuatan
maksimum, dan berarti juga meningkatkan kekuatan otot dan kinerja dinamis. Penggunaan beban berat secara teoritis
didasarkan pada prinsip size yang
menyarankan bahwa beban berat perlu dilakukan untuk melatih kemampuan unit motorik
fast-twitch (Type II)
Table
3 – Contoh sesi latihan kekuatan secara maksimum untuk sprinter kelas Intermediate-Advanced.
HANG CLEAN
|
4X3 (85% 1RM) 3X2
|
(90% 1RM)
|
HALF SQUAT
|
4X3 (85% 1RM) 3X2
|
(90% 1RM)
|
BENCH PRESS
|
4X6 (80% 1RM) 3X2
|
(90% 1RM)
|
POWER CLEAN (SPLIT LEG)
|
4X6 (80% 1RM) 3X2
|
(90% 1RM)
|
Waktu
Recovery antar Sets 3-5 min
Waktu Recovery antar
Bentuk Latihan 3-5 min
Catatan: Latihan tambahan untuk memperkuat otot
abdominal dan back extensors (otot punggung) belum ditambahkan disini.
Perlu diingat bahwa latihan-latihan tersebut adalah komponen yang sangat
direkomendasikan untuk ditambahkan. Agak sulit untuk merekomendasikan jumlah
repetisi untuk metode-metode latihan ini karena jumlah tersebut akan
bervarioasi sesuai dengan intensitas latihan dan pengalaman latihan atlit yang
bersangkutan.
PEMBENTUKAN /
PENGEMBANGAN DAYA (POWER)
Pengembangan
Daya (Power) untuk para sprinter adalah komponen penting yang seringkali mendasari
hasil kinerja mereka. Daya mekanis (Mechanical power) bisa didefinisikan sebagai jumlah dari force dikalikan dengan kecepatan/velocity dari gerakan.
Power = Work/Time
= Force x Distance/Time
= Force x Velocity
Biasanya para atlit menggunakan latihan heavy
resistance untuk mengembangkan kekuatan
dan kinerja. Namun akhir-akhir ini, banyak
variasi bentuk latihan yang digunakan untuk membentuk explosive power (daya eksplosif) misalnya
dynamic weight training, plyometric training, atau kombinasi keduanya. Tidak diragukan lagi bahwa latihan plyometric
exercises memainkan peranan penting
dalam pengembangan kekuatan untuk para
sprinters, dimana siklus tretch shortening cycle adalah komponen y yang dibangun lewat
berbagai latihan dinamis seperti bounding, hoping atau depth jumping.
Karena
power adalah hasil dari
force dan velocity, maka kedua komponen ini perlu diperhatikan
dalam program latihan untuk membentuk daya otot. Namun,
force dan velocity adalah saling terkait dalam gerakan otot. Saat
velocity dari gerakan meningkat, force yang dihasilkan oleh otot makin berkurang
saat otot melakukan gerakan concentric.
Sehingga, power maksimal akan diperoleh dari kompromi
antara force dan velocity.
Telah ada riset mengenai efektivitas dari latihan
balistik yang spesifik (misalnya jump squat) memiliki respons latihan (training response) yang lebih besar
daripada metode latihan lainnya yang hanya memanfaatkan kontraksi eccentric
dan concentric. Akibat rasional dari pemikiran tersebut
adalah dengan menghilangkan latihan untuk fase deselerasi (deceleration
phase) dan lebih menekankan secara
spesifik untuk gerakan yang eksplosif. Latihan semacam ini biasa dilakukan
dengan menggunakan peralatan yang mahal, sehingga mungkin tidak praktis untuk
balai-balai latihan/gymnasium yang peralatannya belum memenuhi syarat. Saat berlatih jump squat
untuk melatih akselerasi awal, pelatih dapat menggunakan split jump squat,
(dengan posisi kaki dibuat sama dengan posisi ancang-ancang di starting blocks) untuk menduplikasi/replikasi gerakan tersebut,
membuatnya lebih spesifik. Para pelari Elite
bukan hanya menggunakan resistance training untuk meningkatkan kekuatan dan tenaga
mereka, tapi sebagian dari program latihan mereka terdiri atas kombinasi plyometric training dan latihan bounding. Juga penting penggunaan latihan lari (running
drills) dan latihan teknik lari untuk
membentuk sistim neuromuscular. Para atlit sprint kelas elite juga memasukkan latihan-latihan acceleration drills bersama dengan over speed
atau supramaximal velocity
training (training percepatan supra-maksimal).
MUATAN (LOADING) UNTUK
LATIHAN POWER
Direkomendasikan
untuk menggunakan beban untuk latihan pengembangan/pembentukan
kekuatan otot (muscular-power development),
dengan menggunakan beban yang memaksimalkan tenaga (power output). Salah satu point yang didiskusikan dalam hal
latihan resistance exercise untuk
pengembangan tenaga/power adalah tipe muatan yang digunakan. Ada dua macam
pemikiran disini, yaitu: (a) penggunaan muatan tinggi (80-100% 1RM) untuk menghasilkan fast twitch motor unit dengan ambang batas yang tinggi (high-threshold fast twitch motor
units) dengan didasarkan pada
prinsip-prinsip sesuai ukuran (size principle)
dan (b) penggunaan muatan yang lebih ringan (30-40% 1RM)
untuk mempertahankan kecepatan serta kekhususan latihan untuk
memaksimalkan mechanical output.
Juga telah disarankan bahwa tujuan dari latihan
adalah untuk menggerakan beban secara cepat, jadi bukan beban training yang menentukan
respons latihan . Ini adalah sebuah point
yang juga penting saat membentuk fase
kekuatan maksimal, dimana beban besar (>85% 1RM) diangkat. Beban untuk mengoptimalkan tenaga/power untuk jump squat
didefinisikan secara berbeda dalam riset-riset sebelumnya (berkisar antara
1RM squats dengan rasio 30-80%). Riset-riset lain menyarankan bahwa kekuatan
rata-rata yang maksimal pada semua beban antara 30 sampai 60% dari 1RM, baik
dari posisi traditional squat position, atau dari split squat,
laat berlatih jump squat exercise. Masalah utamanya adalah bagaimana mengukur
muatan/beban tersebut, dan subyek pengetesannya. Direkomendasikan untuk
menggunakan standard protocol yang disepakati bersama, sebagaimana termaktub
dalam artikel yang direferensikan oleh Dugan.
Kisaran repetisi untuk atlet dalam masa pembentukan akan berbeda-beda sesuai
dengan status latihannya. Idealnya, para atlet perlu melakukan antara 1-3 set
per sesi latian, dengan 1-6 repetisi untuk tiap set. Walaupun banyak study sebelumnya telah diselesaikan
untuk membahas mengenai muatan optimal untuk pembentukan kekuatan dalam
persiapan atlet sebelum bertanding, kelihatannya belum dapat ditentukan
persentasi 1RM yang bisa disarankan oleh para pelatih.
Hali ini disebabkan karena setiap metode
latian dan setiap atlet adalah berbeda-beda dalam perkembangannya. Muatan yang optimal untuk latihan kekuatan
harus ditentukan oleh banyak variabel. Contoh dari variabel tersebut adalah:
pengalaman atlet itu sendiri, dan status latihan dalam program latihan tahunan.
Hal ini juga menunjukkan bahwa perbedaan antar individu amat penting, dan juga
perlu adalnya rencana tahunan semua aspek untuk persiapan atlet.
TINGKAT PEMBENTUKAN
DAYA (RATE OF FORCE DEVELOPMENT)
Kekuatan
otot eksplosif dapat didefinisikan sebagai tingkat dan peningkatan daya
kontraktil (rise of contractile force)
yang bisa dikeluarkan saat awal kontraksi otot, misalnya tingkat pembentukan
daya (rate of force development-RFD). Hal ini khususnya penting bagi para pelari
sprint karena mereka hanya memiliki waktu yang amat singkat untuk menghasilkan
daya yang maksimal (maximal force, misalnya, hanya punya waktu beberapa detik
untuk akselerasi kecepatan lari setelah meninggalkan balok start), dan saat menyentuh lantai waktu kecepatan
sprint maksimal yang harusnya sudah berada di kisaran angka 50-250 ms.
Salah satu dari adaptasi optimal untuk
resistance training adalah peningkatan
RFD, dan adaptasi semacam ini telah
dapat dilihat waktu para atlet mengadopsi beberapa macam metode latihan yang
bersifat balistik (misalnya Olympic
Lifts dan jump squats).
Peningkatan RFD yang timbul
akibat resistance training memungkinkan
peningkatan daya dan kecepatan
maksimal (maximal force and velocity) yang dapat diperoleh saat
kecepatan sprint maksimal (1). Beban yang diangkat juga bisa memiliki dampatk
terhadap proses pembentukan RFD
development. Metode angkat beban secara
eksplosif dibawah rasio 60-80% dari
1RM telah disarankan seabgai muatan yang
ideal untuk meningkatkan RFD para atlet.
COMPLEX TRAINING (PENGGUNAAN BERMACAM-MACAM CARA LATIHAN
DALAM SATU SESI)
Penggunaan
bermacam-macam cara latihan (selain dari melakukan latihan lari sprint), telah digunakan selama beberapa
dekade. Hal ini dapat dilihat pada program
mingguan dimana atlit sprint berlatih
dengan bermacam-macam cara, mulai dari latihan di lapangan, dikombinasikan
dengan latihan di ruang beban, latihan
plyometrics dan resisted sprints, untuk
mengoptimalkan peningkatan kinerja mereka.
Penggunaan berbagai mode/gaya training antar-sesi seperti ini telah banyak
mendapat perhatian dewasa ini. Complex training
melibatkan implementasi dari latihan
heavy resistance (1-5RM), diikuti dengan latihan lain yang serupa
secara biomekanik, namun dilakukan dengan lebih cepat dan resistance
yang lebih ringan. Contoh dari hal ini adalah jika latihan heavy back squat dilakukan lalu langsung diikuti dengan satu
seri lompat jangkit (hurdle jumps).
Contoh dari satu sesi menggunakan complex training bisa dilihat pada
tabel 4. Pemikiran dibalik munculnya
complex training adalah bahwa kemampuan eksplosif otot akan menjadi besar
setelah mengalami konstraksi maksimal
atau mendekati maksimal. Fenomena ini disebut sebagai potensiasi pasca aktivasi.
Modal latihan ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut, agar bisa dibandingkan
dengan program latihan lain yang menargetkan pada pengembangan kekuatan otot.
Set dan pengulangan masih belum jelas.
Table 4 – Sebuah contoh bagaimana latihan-latihan
yang kompleks dapat dimasukkan kedalam
sesi latihan. (Catatan: latihan kedua dimulai
segera setelah latihan pertama).
Half Squat
|
3x5 (85% 1RM)
|
Low Hurdle Jumps
|
6
|
Bench Press
|
3x5 (85% 1RM)
|
Clap Push Ups
|
6
|
Leg Press
|
3x5 (85% 1RM)
|
Squat Jumps
|
6
|
KESIMPULAN
Sebuah
program latihan yang terstruktur dengan baik dapat menghasilkan peningkatan kinerja
para atlit sprint. Peningkatan dari kekuatan
maksimal dan tenaga otot dapat dicapai
jika variabel-variabel yang terkait dengan latihan dapat diatur secara sesuai. Adalah
penting untuk memanfaatkan teknik angkat beban gaya Olympiade (Olympic lifts) dan
varian-variannya untuk mencapai hasil tersebut;
namun muatan yang optimal bisa berbeda-beda
tergantung dari atlit dan dari metode/macam latihan yang digunakan. Metode
latihan lainnya juga memegang peranan penting dalam latihan pembentukan kekuatan,
demikian juga dengan komponen latihan
laiunnya seperti latihan plyometrics, latihan running drills dan
latihan over speed conditioning.
http://kepelatihan2.blogspot.com/2012/06/latihan-kekuatan-untuk-lari-sprint.html
BalasHapusCakep!!
BalasHapusHANYA KEPELATIHAN YANG PUNYA
BalasHapusini artikel kan?
BalasHapusini artikel kan?
BalasHapus